Minggu, 20 Januari 2013

Askep Tuberculosis



Tubercolusis
A.    Definisi :
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Microbakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansyur, 2000).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunes & Suddat, 2003 : hal 584).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah yang menyerang jaringan paru atau parenkim paru oleh hasil mycobakterium tuberculosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh (meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe, dan lain-lain) dengan lokasi terbanyak di paru, yang biasanya merupakan lokasi primer.

B.    Etiologi
Penyakit ini adalah bakteri kompleks mycobacterium tuberkulosis. Dengan ukuran panjang 1-4 per mm dan tebal 0,3-0,6 per mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak atau (lipit). Lipit inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini bersifat aerob. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman.


C.    Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cenderung tertahan di hidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (Dannenberg, 1981). Setelah berada di ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak di daerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala peneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi di daerah nekrosis adalah pencairan di mana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi ke bagian paru lain atau terbawa ke bagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan pembatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus sehingga menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyebaran ini disebut limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ lainnya.

D.    Manifestasi Klinis
Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan. Seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktifitas penderita bahkan kematian.
    Gejala umum
Ø
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.
    Gejala lain yang sering dijumpai
Ø
Dahak bercampur darah.
Batuk darah.
Sesak nafas dan rasa nyeri dada.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan.

E.    Klasifikasi
A.    TBC Paru
Adalah TBC yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1.    TBC Paru BTA Positif.
2.    TBC Paru BTA Negative.
B.    TBC X-tra Paru
Adalah TBC yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB X-tra Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1)    TBC X-tra Paru Ringan
Misal :    TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2)    TBC X-tra Paru Berat
Misal :    Meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

F.    Pemeriksaan Penunjang
1.    Pemeriksaan Lab.
-    Anemia bila penyakit berjalan menahun.
-    Leukosit ringan dengan predominasi limfosit.
-    LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
-    GDA : normal tergantung lokasi.
2.    Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
-    Kultur sputum : (+) mikrobakterium tbc pada tahap aktif penyakit.
-    Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) (+), untuk basil asam-cepat.
-    Test mantox reaksi intradermal antigen menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakan pada pasien yang secara klinik sakit berarti TB aktif tidak dapat ditularkan/disebabkan micobakterium.
3.    Pemeriksaan histologik/kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urin menurun, cairan serebrospinal biopsy (+), untuk mycobacterium tuberculosis.
4.    Pemeriksaan radiologi.
Foto thorak : infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer/efusi cairan perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa.
5.    Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu; kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan peny. pleural.

G.    Pencegahan
1.    Penderita TBC diisolasi.
2.    Pada pasien TBC, menutup mulut ketika batuk, dan membuang dahak tidak sembarangan.
3.    Pencegahan pada masyarakat, pada bayi diberi vaksin BCG.
4.    Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
5.    Pada petugas memberi penyuluhan tentang bahaya TBC.

H.    Penatalaksanaan
1)    Pengobatan untuk individu dengan TB aktif memerlukan waktu lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat bermotasi apabila terpajan antibiotic yang semula masih efektif.
2)    Istirahat yang cukup.

Obat primer yang diberikan pada penderita TBC :
-    Isuniazid.
-    Rikampisin.
-    Pirazinamid.
-    Streptomisin.
-    Etambutol.
Ket : diberikan 6 bulan berturut-turut.

I.    Komplikasi
-    Pneumonia (radang parenkim paru).
-    Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura).
-    Pneumotorak (adanya udara dan gas dalam rongga selaput dada).
-    Empiema.
-    Lasingitis.
-    Menjalar ke orang lain (spt, usus).

Komplikasi lanjut :
-    Obstruksi jalan nafas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis).
-    Kerusakan parenkim berat SOPT / fibrosis paru.
-    Amiloi dosis.
-    Karsinoma paru.
-    Sindrom Gagal Nafas (Dewasa (ARDS)).

J.    Proses Keperawatan
1.    Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
(1)    Riwayat perjalanan penyakit
a.    Pola aktivitas dan istirahat.
b.    Pola nutrisi.
c.    Respirasi.
d.    Rasa nyaman/nyeri.
e.    Integritas ego.

(2)    Riwayat penyakit sebelumnya
a.    Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b.    Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c.    Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d.    Riwayat kontak dengan penderita TBC paru.
e.    Daya tahan tubuh yang menurun.
f.    Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
(3)    Riwayat pengobatan sebelumnya
a.    Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b.    Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c.    Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d.    Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
(4)    Riwayat sosial ekonomi
a.    Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b.    Aspek psikososial, merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasa ‘a pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
(5)    Faktor pendukung
a.    Riwayat lingkungan.
b.    Pola hidup.
c.    Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan, dan perawatannya.
(6)    Pemeriksaan diagnostik
a.    Kultur sputum.
b.    Tes tuberkulin.
c.    Poto torak.
d.    Bronchografi.
e.    Darah.
f.    Spirometri.

2.    Pemeriksaan Fisik
-    Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan kurus atau berat badan menurun.

3.    Diagnosa Keperawatan
-    Kebersihan jalan nafas b.d. sekret yang kental.
-    Gangguan pertukaran gas b.d. kerusakan membran alveolar kapiler.
-    Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi b.d. daya tahan tubuh menurun.
-    Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. anoreksia.

Staf Akper_Akbid Pelamonia



Inilah semua staf akper akbid pelamonia yang mampu memotivasi para mahasiswa serta mampu menjadi tuntutan mahasiswa terhadap pengembangan institusi pendidikan kesehatan yang menghasilkan tenaga perawat profesional pemula di satuan (tonkes) maupun pada masyarakat umum.

Askep Hipertensi



HIPERTENSI

A.    Latar Belakang
Tekanan darah tinggi yang disebut hipertensi sudah sangat umum para penderita umumnya tidak menyadari bahwa merekan menderita hipertensi. Tetapi bila dibiarkan tanpa perawatan maka itu akan menimbulkan kerumitan yang membahayakan. Orang yang berusia lima puluhan adalah masa usia penuh dengan resiko. Oleh sebab itu perlu pengontrolan tekanan darah untuk penanggulangan lebih dini sehingga tidak berlanjut pada komplikasi yang lebih parah.
Hipertensi adalah masalah yang umum karena banyak orang yang menderita walaupun mereka tidak mengetahui sama sekali.
Masalah yang dihadapi pada diagnosa yang agak  dini adalah gejala-gejala yang tidak nyata pada umunya. Kelilahatannya mengherankan tetapi demikianlah kenyataannya dan hal ini telah ditemukan diberbagai negara barat. Di Australia  agak tinggi presentase penderita hipertensi. Sekalipun ada 10 % penderita hipertensi dari antara kelompok usia lima puluh sampai lima puluh sembilan tahun, hal itu tidak ditemukan sebelumnya. Tekanan darah mereka diatas 110 diastolik.
Ini menunjukkan bahwa penyakit yang parah boleh saja tidak diketahui ditengah tengah masyarakat, dapat pula melumpuhkan kesehatan  dan dapat menimbulkan masalah yang berat tetapi penderita tidak mengetahui samasekali mengenai apa yang terjadi. Sering sudah terlambat dan berkomplikasi barulah diketahui penyebab utamanya.
Itulah sebabnya sekarang orang mengetahui bahwa hipertensi itu penyakit yang mempunyai bermacam-macam tingkat sedangkan keadaan yang parah memerlukan pengetahuan yang agak dini supaya segera mendapatkan perhatian dan perawatan.
Sudah ditemukan bukti yang cukup yang menyatakan bahwa perawatan yang tepat akan mengurangi jumlah kematian dan hal-hal mengerikan akibat komplikasi dari hipertensi yaitu stroke, penyakit jantung dan ginjal.

B.    Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambran nyata atau informasi tentang asuhan keperawatan pada pasien Hipertensi.
2.    Tujuan Kusus
a.    Mampu melakukan pengkajian pada pasien hipertensi.
b.    Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Hipertensi.
c.    Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Hipertensi.
d.    Mampu melakukan evaluasi keperawatan pasa pasien Hipertensi.
C.    Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam laporan kasus dengan metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan study dokumentasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Landasan Teori
Defenisi Hipertensi
Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi, oleh karena tidak ada batasan yang jelas yang membedakan antara hipertensi dan normotensi. Namun bukti menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah akan meningkatkan mortalitas dan mordibitas.  Secara teoritis, hipertensi sebagai suatu tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul menjadi nyata. Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha untuk menjelaskan definisi hipertensi, diantarannya :
a.    Hipertensi didefinisikan oleh “joint national committee on detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC)” sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikatagorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat diperbaiki.
b.    Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik  ≥140 mmHg dan tekanan darah diasatolik ≥90 mmHg, atau bila pasien obat antihipertensi. (Kapita Selecta Kedokteran ,2001, hal.518).
c.    Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama 160/95 mmHg.
d.    Menurut Kaplan, Kaplan mendefinisikan hipertensi berdasarkan  atas perbedaan usia dan jenis kelamin :
1.    Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan 130/90 mmHg.
2.    Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 145/95 mmHg.
3.    Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/95 mmHg dinyatakan hipertensi. 

Etiologi
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1.    Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi Taropatik terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
2.    Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan Hormon
1.    Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang oleh pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf simpatis. Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu : aspek konstriktor arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron yang mengakibatkan reasorbsi Na dan air.
2.    Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor ini mensekresi epinefrin yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme meningkat sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.
3.    Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh peningkatan ACSH yang kemudian merangsang peningkatan glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut meningkatkan obesitas.
b. Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati   diabetic sehingga mengakibatkan nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi glomerulo.
c. Penyakit Ginjal
1.    Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2.    penyempitan arteri renalis
d. Lain-Lain
1.    Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis hal ini meningkatkan resistensi aliran darah aorta sehingga mengakibatkan hipertensi berat.
2.    Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.

Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul bervariasi, tergantung dari tinggi rendahnya derajat hipertensi. Pada hipertensi esensial dapat berjalan gejala dan pada umumnya baru timbul gejala terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung yang sering dijumpai berupa:
1.    Sakit kepala
2.    Vertigo
3.    Perdarahan retina
4.    Gangguan penglihatan
5.    Proteinuria
6.    Hematuria
7.    Tachhicardi
8.    Palpitasi
9.    Pucat dan mudah lelah

Tetapi kebanyakan pula pasien yang menderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Dan ada juga beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kelemahan otot atau perubahan mental.
Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang lebih tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dialakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama lima menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih tetap dianggap alat pengukur yang terbaik.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingakat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktifitas /kebiasaan (seperti merokok) konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi hipertensi sebelumnya bila ada, dan factor psikososial lingkungan (keluarga, perkerjaan dan lain-lain).
Dalam pemerikasaan fisik dialkukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral. Dikaji berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher untuk mengetahui bising carotid, pembesaran vena atau kelenjar tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran, bising, derap dan bunyi jantung ke tiga atau keempat. Paru diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya masa, pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang abnormal. Pada ektrimitas dapat ditemukan pulsasi perifer yang menghilang, edema dan bising. Dilakukan pula pemeriksaan neurology.
Perhimpunan nefrologi Indonesia memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena sederhana dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan dengan strategi terapi, tidak meragukan karena memiliki sebaran luas dan tidak rumit, serta terdapat pula unsur  unsure sistolik yang juga penting dalam dalam penentuan.     

Klasifikasi sesuai WHO/ISH
Klasifikasi    Sistolik (mmHg)    Diastolic (mmHg)
Normotensi     <140    <90
Hipertensi ringan    140-180    90-105
Hipertensi perbatasan    140-160    90-95
Hipertensi sedang dan berat    >180    >105
Hipertensi sistolik terisolasi    >140    >90
Hipertensi sistolik perbatasan    140-160    <90

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih dari 160 mmHg. Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan hipertensi diastolic, sehingga harus diterapi.
Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth Of The Joint National Commite On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Presure, 1997. 

Katagori    Sistolik(mmHg)    Diastolic(mmHg)    Rekomendasi
Normal    <130    <85    Periksa ulang dalam 2 tahun
Perbatsan     130-139    85-89    Periksa ulang dalam 1 tahun
Hipertensi tingkat 1    140-159    90-99    Konfirmasi dalam 1 atau 2 bulan
Anjuarkan modifikasi gaya hidup
Hipertensi tingkat 2    160-179    100-109    Evaluasi atau rujuk dalam 1 bulan
Hipertensi tingkat 3    ≥ 180    ≥ 110    Evaluasi atau rujuk segera dalam 1 mingguberdasrkan kondisi klinis

Catatan : pasien tidak sedang sakit atau minum obat antihipertensi. Jika tekanan sistolik dan diastolic berada dalam katagori yang berbeda, masukkan kedalam katagori yang lebih tinggi.
Pemerikasaan Diagnostik
1.    Hemoglobin/hematrokit : bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat menginsikasikan factor-faktor resiko seperti hiperkoaagulabilitas, anemia.
2.    BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /fungsi ginjal.
3.    Glukosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan peningkatan ketoalamin (meningkatkan hipertensi).
4.    Kalsium serum : peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan hipertensi
5.    Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
6.    Kolesterol dan trigleserida serum : peningkatan kadat dapat mengidikasikan adanya pembentukan plak ateromatosa.
7.    Pemriksaan tiroid : hipeartiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi.
8.    Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisayaratkan disfungsi ginjal dan / adanya diabetes.
9.    VMA urin (metabolit ketoalamin) : kenaikan dapat mengidikasikan adanya adanya feokromositoma (penyebab) : VMA urin 24 jam dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
10.    Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko terjadimya hipertensi.
11.    Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma, atau difungsi pituitary, sindrom cushing, kadar urin dapat meningkat.
12.    Foto thorak : dapat menunjukkan obstruksi pada area katup, deposit pada dan/ takik aorta, batu ginjal/ureter.
13.    CT Scan : mengkaji tumor serebral, CSU, enselopati, atau feokromositoma.
14.    ECG : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi. Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan penatalakasanaan hipertensi adalah merunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortabilitas serta morsibitas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapaij dan mempeartahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi.
Kelompok resiko dikategorikan menjadi :
1.    Pasiien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2 atau 3 tanpa gejala penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, factor resiko lainnya. Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan maka harus diberikan obat antihipertensi.
2.    Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi memiliki satu atau lebih factor resiko yang tertera diatas, namun bukan diabaetes militus. Jika terdapat beberapa factor maka harus langsung diberikan obat antihipertensi.
3.    Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ jelas.
Factor resiko : usia lebih dari 60 tahun, merokok, disiplidemia, DM, jenis kelamin (pria atau wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga.
Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler : penyakit jantung (hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, riwayat revaskularisasi koroner, strok, TIA, nefropati, penyakit arteri perifer, dan retinopati.


Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko:
Tekanan Darah     Kelompok Resiko A    Kelompok Resiko B    Kelompok Resiko C
130-139/85-89    Modifikasi gaya hidup    Modifikasi gaya hidup    Dengan obat
140-159/90-99    Modifikasi gaya hidup    Modifikasi gaya hidup    Dengan obat
≥160/≥100    Dengan obat    Dengan obat    Dengan obat

Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko kardiovaskuler dengan biaya sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus dsertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk:
1.    Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan(indeks masa tubuh ≥ 27).
2.    Membatasi alcohol.
3.    Meningkatkan aktifitas aerobic (30-45 menit/hari).
4.    Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4g Na/6 g NaCl/hari).
5.    Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari).
6.    Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
7.    Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jemuh dan kolesterol dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengontrol hpertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jangtung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang ini terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan mengurangi efek samping.
Setelah diputuskan memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan deuretik atau beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai algoritma. Dieretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat lain. Jika obat kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui  penurunan dosis secara perlahan dan progresif.
Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai dengan terapi dengan lebih dari satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah ≥200/≥120 mmHg harus diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ harus dirawat di rumah sakit.

B.    Askep Teori
Pengkajian
Identitas pasien.
Riwayat keperewatan/kesehatan.
1.    Keluhan utama : pada pasien hipertensi biasanya ia merasa sakit kepala.
2.    Riwayat kesehatan sekarang
3.    Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM dll.
4.    Riwayat kesehatan keluarga : pada klien hipertensi biasa terdapat anggota keluarga yang mengidap juga (bersifat menurun).
Pola fungsi kesehatan
1.    Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan.
2.    Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot  dan kesadaran menurun.
3.    Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual dan muntah.
4.    Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
5.    Pola tidur dan istirahat.
6.    Pola kognitif dan perceptual
7.    Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya mengalami stress psikologi.
8.    Pola seksual reproduktif
9.    Pola hubungan dan peran
10.    Pola nilai dan keyakinan.
Pemeriksaan fisik
Berat badan dan tinggi badan
Mata    :  Retina, pupil
Leher          :  JVP, bising
Paru     : Pernafasan (irama, frekuensi, jenis suara nafas).
Jantung     :
a.    Denyut nadi
b.    Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2    menit dalam posisi bebaring atau duduk, dan berdiri sekurangnya setelah 2 menit.
c.    Pengukuran sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan dan jika nilainya berbeda makan nilai yang tertingi yang diambil.
d.    Suara jantung.
e.    Bising jantung.
Abdomen    :  Bising dan peristaltic.
Ekstrimitas   :  Refleks dan edema.
Pemeriksaan penunjang
EKG : Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya peenyakit jantung atau aritmia.
Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan asam urat, serta darah lengkap lainnya.
Foto rontgen :
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang lebar.   
Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.

Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a.    Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem
b.    Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan psikologi)
c.    Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan penglihatan)
d.    Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan

Intervensi
a.    Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem.
Rencanan tindakan :
1.    Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis tiap 10 menit.
R: Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi
2.    Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
R: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen, posisi duduk meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada hipertensi menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
3.    Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
R:  Indicator perfusi atau fungsi organ.
4.    Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
R: Meningkatkan vasokontriksi.
5.    Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal golongan inhibitor simpa (propanolol, atenolol), golongan vasodilator (hidralazin)
R : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunkan curah jantung, menghambat syaraf simpatis, dan menekan pelepasan rennin. Golongan vasodilator berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.

Hasil yang diharapkan/evaluasi
Pasien mendemostrasikan perfusi jaringan yang membaik ditunjukkan:
1.    Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2.    Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3.    Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4.    Tanda-tanda vital stabil

b.    Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan psikologi)
Rencana tindakan :
1.    Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala. Misalkan kompres dingin pada dahi pinjat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (distraksi) dan aktivitas waktu senggang
R:  Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat atau memblok respon simpatis, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
2.    Hilangkan minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalkan: mengejang saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
R:  Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan  sakit kapala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral.
3.    Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
4.    Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab nyeri dan lama nyeri bila diketahui).
R:  Meningkatkan pengetahuan
5.    Kolaborasi pemberian analgesic (antalgin, asam mefenamat).
R: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan    rangsang sistim saraf simpatis.

Hasil yang diharapkan :
1.    Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala atau sakit kepala terkontrol.
2.    Mengungkapkan metode yang menberikan pengurangan.

c.    Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan penglihatan)
Rencana tindakan :
1.    Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orng lain.
R: Memberikan peningkatan kenyamanan menurunkan kecemasan dan mengurangi resiko injury.
2.    Pertahankan tirah baring ketat dalam kondisi terlentang yang ditentukan.
Posisi lateral kanan (bila robekan retina pada posisi nasal dari mata kiri atau posisi temporal dari mata kanan).
Posisi lateral kiri (bila robekan retina pada posisi nasal dari mata kanan atau posisi temporal dari mata kiri).
R:  Untuk memungkinkan viterus humour bekerja sebagai kekuatan nemostatsi untuk mengontrol perdarahan.
3.    Anjurka pesien untuk mengistirahatkan mata agar tidak terlalu lelah.
R:  Mengurangi resiko perlukaan atau pecahnya pembulu darah retina. Yang akan menyebabkan semakin menurunya ketajaman penglihatan.
4.    Modifikasi lingkungan sekitar pasien, dengan cara :
Pencahayaan yang cukup
Jauhkan benda-benda yang beresiko menyebabkan cidera
Berikan permukaan lantai yang tidak licin
Dekatkan tombol pemanggil
R:  Meningkatkan rasa aman, mengurangi resiko injury.

Hasil yang diharapkan  :
1.    Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terhadap cidera
2.    Menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cidera
3.    Pasien tidak mengalami injury
4.    Pasien kan mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan kenyamanan.

d.    Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.
Rencana tindakan :
1.    Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan  bantuan sesua kebutuhan.
R: Kamajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan dalam melakukan aktivitas.
2.    Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
R: Tehnik menghejmat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseibangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3.    Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan prekuensi nadi lebih dari 20x permenit diatas frekuensi istirahat meningkatkan tekanan darah yang nyata selama/sesudah diaforesis,  pusing atau pingsan.
R: Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon psikologi terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yqang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
4.    Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat siang atau sore
R: Istirahat kemungkinan adanya penghematan energi
5.    Kolaborasi pemberian obat digoxin.
R: Pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung 

Hasil yang diharapkan
1.    Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2.    Menunjukan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas






BAB  III
TINJAUAN KASUS

1.    Pengkajian
a.    Identitas pasien
Nama                    : RD
Umur    : 58 tahun
Agama     : Islam
Jenis kelamin    : Laki-laki
Alamat     : Wlingi
Suku/bangsa    : Jawa/Indonesia
Perkerjaan     : Petani
b.    Riwayat keperawatan/kesehatan
Keluhan utama
Pasien mengatakan pusing/sakit kepala
Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal 9 Februari 2006, pada hari kamis pagi bapak RD berangkat kesawah untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari, dan ketika pulang diwaktu sore hari dia mulai mengeluh sakit kepala dan leher terasa kaku sekitar pukul 4 sore. Pada waktu itu keadaan umum bapak RD compos mentis, TD 160/90 mmHg, nadi 90x/menit, pernafasan 24x/menit, pasien mengatakan pusing terasa diseluruh bagian kepala, kualitas nyeri sedang dengan sekala nyeri 5, sifat terjadinya nyeri kepala hilang timbul dan lamanya keluhan mulai pukul 3 sore.
Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan pernah menderita hipertensi, pasien pernah berobat di puskesmas 2 bulan yang lalu dan mendapatkan obat antihipertensi yaitu HCT dan dengan tekanan darah 165/90 mmHg.  Pasien tidak pernah masuk kerumah sakit. Terkadang pasien membeli obat sendiri untuk mengurngi rasa nyeri yaitu BODREK dan nyeri kepalanya berkurang.


Riwayat kesehatan keluarga
Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga yaitu ayah bapak RD yang menderita hipertensi dan meninggal dengan penyakit stroke.

c.    Pola fungsi kesehatan
1.    Pola persepsi - pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan bahwa sakit adalah suatu rasa tidak enak pada badan yang membuat kita menjadi tidak nyaman dan pasien mengatakan bahwa kesehatan merupakan suatu keadaan dimana dia dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gangguan pada tubuh dan persaannya (rohani). Pasien mengatakan bahwa merokok juga dpat merugikan kesehatan, tetapi pasien merupakan perokok aktif dimana tiap harinya habis ± 8 batang rokok.

2.    Pola aktivitas - latihan
Kemampuan pasien dalam menata dirinya sebelum dan selama sakit adalah
Aktifitas     0    1    2    3    4
Makan     √               
Mandi     √               
Berpakean     √               
Toileting    √               
Tingkat mobilitas ditempat tidur    √               
Berpindah     √               
Kemampuan  ROM    √               
Berjalan     √               
Kekuatan otot    √               

Keterangan :
0    : Mandiri
1    : Menggunakan alat Bantu
2    : Dibantu orang lain
3    : Dibantu orang dan peralatan
4    : ketergantungan/tidak mampu
Selama sakit pasien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas rutinnya yaitu pergi ke sawah karena rasa sakit pada kepalanya dan ia merasa lemas/ malaise.
3.    Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit, pasien mengatkan bahwa sebelum sakit pasien makan 3x sehari dengan porsi 1 piring yang isinya nasi, sayur, tempe, tahu, kerupuk dan ayam terkadang juga makan nasi pecel. Pasien minum sehari ± 7 gelas/hari, kadang-kadang pasien minum kopi pada pagi hari. Pasien telah menerapkan intruksi diet rendah garam.
Selama sakit, pasien tidak mengalami perubahan nafsu makan atau pola makan, frekuensi makan tetap 3x/hari, minum ± 6x/hari dan pasien tidak merasakan adanya mual mual dan muntah.
4.    Pola eliminasi
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB biasbnya 1-3x sehari dengan konsistensi feses lembek dengan warna kuning dan BAK 3-5x sehari dengan warna kuning.
Selama sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB frekuensinya 1-3x sehari dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. Dan BAK 3-4 kali sehari dengan warna kuning.
5.    Pola tidur-istirahat 
Sebelum sakit, pasien mengatakan pasien jarang melakukan tidur siang keculi dalam keadaan lelah/mengalami kelelahan. Biasanya pasien tidur malam mulai pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.30 WIB dam lamanya tidur pasien ± 8,5 jam.
Selama sakit pasien mengatakan merasa sulit memasuki awal tidur karena nyeri kepala, terkadang terbangun pada malam hari dan ketika bangun tidur nyeri kepala berkurang. Dan lamanya tidur ± 6 jam dan awal tidur malam mulai pukul 22.00 dan bangun pada pukul 04.00.
6.    Pola kognitif – perceptual
Pasien selama sakit mampu berkkomunikasi dan mengerti apa yang sedang dibicarakan, berespon dan berorientasi dengan baik  dengan orang lain. Terdapat gangguan persepsi sensorik berupa nyeri pada dareah kepala.
7.    Pola toleransi - koping stress
Selama menyelesaikan masalah pasien selalu terbuka dengan anggota keluarga yang lain sehingga ketika ada masalah selalu dipecahkan bersama terutama dengan istrinya dan anak-anaknya.
8.    Persepsi diri/konsep diri
Pasien mengatkan bahwa ia merasa tenang menghadapi masalahnya karena ia percaya bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya dan kepercayaan terhadap anak-anaknya yang dapat menggantikan perannya sewaktu menyelelesaikan masalah yang terdapat dirumah. Tetapi meskipun demikian pasien juga merasa cemas terhadap penyakitnya apakah bisa sembuh dengan total dan tidak terjangkit lagi.
9.    Pola hubungan dan peran
Hubungan pasien dengan keluarga baik dan dengan masayarakta sekiter juga baik.
10.    Pola nilai dan keyakinan
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa ia dalam menjalankan ibadah/sholat tidak secara rutin dilakukan.
Selama  sakit, sama seperti yang dilakukan sebelum sakit.

d.    Pemeriksaan fisik
1.    Keadaan umum
Pasien tampak memegang kepalanya, ia mengatakan kepalanya terasa pusing dan lehernya terasa kaku dan ekpresi wajahnya terlihat menahan rasa nyeri kepala. Pasien dalam keadaan kompos mentis.
2.    Pemeriksaan tanda vital
Nadi     : 90x/menit dengan irama regular, cepat agak lemah
Tekanan darah    : 160/90 mmHg
Pernafasan     : 24x/menit, irama teratur, suara vesikuler
Suhu tubuh    : 36,8ºC
3.    Pemriksaan kulit dan rambut
Kulit     : Sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), turgor baik, edema (-).
Rambut     : Warna hitam keputihan, distribusi merata tidak botak dan    lebat.
4.    Pemriksaan kepala dan leher
Kepala     : Mata, reflek pupil (+), konjungtiva tidak anemis, kornea tidak ikterik. Telinga, pada daun telinga, liang telinga, membrane timpani, mastoid tidak ada tanda adanya peradangan dan terlihat bersih, pendengaran baik. Mulut, bibir gusi dan lidah radang (-), tidak memakai gigi pasangan, kondisi gigi terdapat caries. Hidung, tidak terdapat polip, sekrer/lendir (-).

Leher     : Pasien mengatakan lehernyatersa kaku, massa (-), nyeri telan (-).
5.    Pemeriksaan dada
Paru-paru    : Bentuk dada simetris, pergerakan nafas teratur, suara nafas vesikuler.
Jantung     : denyut nadi agak cepat dan iramanya regular/teratur, frekuensi 90x/menit, tidak ada suara jantung tambahan. Tekanan darah 160/90 mmHg.
6.    Pemeriksaan abdomen
Tidak ada lesi pada dinding/kulit perut, ketegangan dinding perut (-), nyeri tekan (-), bising usus …….., peristaltic………..
7.    Ektrimitas
Edema (-), rentang gerak baik, kekuatan otot
e.    Pemriksaan penunjang
     2.    Analisa data
Symtom     Etiologi     Problem
DS : *Pasien mengatakan bahwa kepala terasa sakit/nyeri kepala.
*Pasien mengatkan lehernya terasa kaku
DO : Ekspresi wajah terlihat menahan sakit
TD : 160/90 mmHg
Nadi : 90x/menit

 
DS : *Pasien mengatakan ia tidak dapat pergi kesawah untuk melakukan aktifitas rutinnya karena merasa lemah/malaise (perubahan kebiasaan).
*Pasien merasa kawatir penykitnya tidak dapat sembuh (perasaan takdir terancam/impending doom)
DO : Denyut nadi cepat tapi agak lemah dengan frekuensi 90x/menit. TD : 160/90 mmHg    Exchange problem atau gangguan sirkulasi (vasokontriksi)    Ketidakefektifan perfusi jaringan
3.    Prioritas masalah
1.    Nyeri akut berhubungan dengan peningakatan tekanan vaskuler serebral ditandai dengan nyeri kepala, tekanan darah 160/90 mmHg.
2.    Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan exchange problem/gangguan sirkulasi.